Pencarian

Saatnya menghapus sistem bunga bank

>> 09 February 2009

Bunga adalah instrumen ekonomi yang memiliki karateristik unik. Keunikannya, antara lain; saat kondisi ekonomi memburuk, tingkat bunga cenderung meningkat atau ditingkatkan sehingga dapat terjadi eksploitatori dan predatori oleh kreditor kepada debitor.

(SurauNet): Pada kondisi ekonomi membaik, tingkat bunga cenderung menurun atau diturunkan sehingga dapat terjadi eksploitatori dan predatori oleh debitor kepada kreditor.

Pada kondisi perekonomian yang baik maupun buruk bunga selalu bersifat predator dan eksplotator.

Tingkat bunga yang rendah dikhawatirkan uang beredar akan terlalu banyak sehingga dapat memicu inflasi dari sisi permintaan dan capital outflow.

Tetapi jika tingkat bunganya tinggi maka akan memukul sektor riil sehingga dapat memicu inflasi dari sisi penawaran dan capital inflow yang hanya sebagai hot money saja.

Tingkat bunga rendah memicu inflasi dan tingkat bunga tinggi memicu inflasi juga, unik dan membingungkan perilaku bunga itu.

Tingkat bunga bagi yang menawarkan dana (penabung) merupakan tingkat pendapatan dan bagi yang meminta dana (peminjam) adalah tingkat biaya yang harus dibayarkan.

Mengapa disebut biaya karena harus dibayarkan dalam keadaan untung maupun rugi.

Pembayaran bunga tidak ada kaitannya dengan untung atau rugi, poduktif atau tidak produktifnya uang melainkan bersifat tetap dan pasti.

Padahal pihak yang membayar bunga memiliki tingkat pendapatan yang tidak pasti.

Pendapatannya dapat lebih tinggi maupun lebih rendah dari tingkat bunga yang harus dibayarkan tersebut.

Pihak yang menerima pembayaran bunga pasti menerima sebesar yang telah dijanjikan atau dapat dikategorikan bebas resiko, walaupun tidak bebas resiko dari ketidak tepatan waktu membayarnya.

Tetapi pihak yang membayar bunga jelas tidak bebas resiko karena harus membayar bunga sebesar yang telah dijanjikan, baik dalam keadaan untung maupun tidak beruntung.

Disinilah ketidakadilan dalam sistem bunga terjadi.

Tingkat bunga berkorelasi positif dengan penawaran uang dan biaya modal, serta negatif dengan permintaan uang.

Apabila bunga naik maka penawaran uang dan biaya modal akan meningkat, dampaknya akan menurunkan permintaan uang, khususnya kredit.

Turunnya kredit akan berdampak buruk terhadap perekonomian.

Produksi akan stagnan bahkan cenderung menurun (kontraksi), maka pertumbuhan ekonomi akan stagnan dan cenderung turun. Selanjutnya pengangguran dan kemiskinan juga akan meningkat.

Pada kondisi yang demikian maka daya beli turun dengan tingkat inflasi yang meningkat.

Kalau sudah demikian, dampaknya akan merembet pada permasalahan sosial.

Sebaliknya apabila bunga turun maka penawaran uang akan turun, tetapi permintaan uang (kredit) akan cenderung meningkat.

Di sini permasalahan muncul yaitu apabila penawaran uang (dana) turun sedangkan permintaannya meningkat maka dari mana untuk memenuhi permintaan dana tersebut?

Inilah permasalahan yang sulit dijawab oleh sistem bunga dan untuk menjawabnya pun membutuhkan biaya yang mahal, di antaranya yaitu biaya stabilitas moneter dalam perekonomian dan selalu menjadi beban anggaran negara.

Padahal tujuan kebijakan stabilitas moneter adalah untuk memperingan beban pemerintah, tetapi dalam sistem bunga malah memperberat beban pemerintah. Memang aneh dan unik perilaku bunga itu!

Bunga mendorong uang menjadi tidak produktif dan menganak tirikan sektor riil karena hanya akan mengalir menuju tingkat bunga yang lebih tinggi.

Kredit hanya akan disalurkan untuk bisnis yang memberikan tingkat return yang lebih tinggi dari tingkat bunga kredit.

Paradigma ini berdampak pada tingginya dana perbankan konvensional yang ditanamkan di instrumen keuangan yang memberikan bunga lebih tinggi dari bunga tabungan, misalnya Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Karena dengan menaruh dana di SBI maka perbankan akan mendapatkan kepastian return di atas bunga tabungan sehingga akan terhindar dari resiko negatif spread.

Sedangkan apabila menyalurkan ke sektor riil resikonya tinggi karena return-nya tidak pasti, maka jangan heran jika pertumbuhan ekonomi sering lebih rendah dari yang diharapkan.

Di sinilah bunga memulai aksinya membuat sektor riil dengan sektor moneter tidak sinkron.

Berdasarkan uraian di atas maka bunga bukan merupakan solusi melainkan sumber permasalahan dalam perekonomian.

Maka sangat tidak bijak apabila bunga digunakan sebagai alternatif solusi dari permasalahan dalam perekonomian, karena salah satu sumber akutnya adalah bunga itu sendiri.

Dengan demikian, apabila perekonomian tetap menggunakan bunga sebagai salah satu instrumen kebijakan dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi misalnya inflasi maka perekonomian tersebut dengan sangat sengaja dan sadar telah memelihara penyakit kronis yang setiap saat dan tanpa terdeteksi dapat kambuh untuk melumpuhkan sendi-sendi perekonomian.

Mungkin sudah saatnya dipikirkan bahwa bunga memang sudah saatnya untuk ditinggalkan dari sistem perekonomian.

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan Tinggalkan Komentar/Pendapat Anda...

  © Blogger template Webnolia by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP